Note [155] Dunia model vs dunia nyata

Semula artificial neural network (ANN) sebagai model matematik ingin menirukan mekanisme kerja otak manusia. Sebagai model, tentu saja apa yang terjadi di ANN dan apa yang terjadi sesungguhnya di jaringan syaraf otak manusia memang berbeda.

Perbedaan ini oleh neuroscientists dijadikan titik tolak untuk melontarkan kritikan pedas terhadap model ANN sebagai model yang tidak realistis.

Itu dulu.

Kini dunia sudah berbalik arah. Neuroscientists kini malah berbondong-bondong mempelajari ANN (Deep Learning) yang akan digunakan sebagai alat bantu agar mereka bisa lebih memahami mekanisme kerja otak manusia yang sesungguhnya.

Model dan obyek yang dimodelkan boleh dibuat dengan sengaja agar berbeda. Yang penting model bisa memprediksi dengan baik perilaku obyek yang dimodelkannya.

Ukuran kebagusan model terletak kepada kemampuannya memberikan prediksi yang baik, tidak terletak kepada kemiripan (realitas) asumsi-asumsinya terhadap obyek yang dimodelkan.

Asumsi-asumsi model boleh tidak realistis (tidak sesuai dengan realita). Dunia model dan dunia nyata memang merupakan dua dunia yang berbeda. Yang satu tidak perlu mirip dengan yang lainnya.

ANN secara tidak realistis mengasumsikan mekanisme kerja jaringan syaraf otak manusia, tetapi ANN sebagai model ternyata malah mampu menerangkan mekanisme kerja jaringan syaraf otak manusia yang sesungguhnya.

Contoh yang lebih ekstrim bisa ditemui di Matematika Keuangan.

Model dibikin dengan sengaja berbeda dengan dunia nyata namun model yang demikian justru menghasilkan rumus Black-Scholes.

Bila model itu diupayakan agar masih tetap sesuai dengan dunia nyata, malah rumus Black-Scholes tidak akan pernah bisa dihasilkan.

Sebagai peneliti, Black dan Scholes semula terpaku pada paradigma agar model perlu diusahakan semirip mungkin dengan dunia nyata. Justru ini yang membuat mereka tidak pernah mampu mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Mereka selalu gagal.

Nasib mereka berubah begitu mereka bertemu dengan Robert Merton (dari MIT). Oleh Merton model mereka diubah menjadi model yang semakin menjauh dari dunia nyata untuk memasuki dunia imajiner (dunia model) yang bernama risk neutral world.

Di alam imajiner ini diasumsikan expected rate of return dari risky asset akan sama dengan expected rate of return dari risk-free asset.

Ini asumsi yang sangat tidak sesuai dengan realitas di dunia nyata. Ini dunia imajiner yang sangat berbeda dengan dunia nyata.

Kenapa kok malah dipilih dunia model (risk neutral world) yang malah menjauhi dunia nyata?

Karena di risk neutral world ini mereka bisa mempertahankan alur berlogika di dalam modelnya. Bila diambil asumsi yang masih sesuai dengan realita, maka alur berlogika di dalam modelnya akan rusak seketika.

Justru dari model yang sangat berbeda dengan dunia nyata inilah yang akhirnya mampu menghasilkan rumus Black-Scholes.

Mereka layak mendapatkan Hadiah Nobel di bidang Ilmu Ekonomi tahun 1997 atas penemuan rumus yang hebat itu.

Mereka memperagakan betapa indah dunia model sebagai dunia imajiner. Suatu realitas yang hanya ada di alam pikiran, bukan di alam nyata.

Tapi manfaatnya nyata.

Matematika yang akan mengantarkan mereka memasuki dunia imajiner itu, melalui kekokohan pintu gerbang berlogika: Jika P maka Q.

Dengan P menyatakan asumsi model, sedangkan Q menyatakan hasil prediksi model.

Dalam ilmu logika, P (asumsi model) yang keliru tidak akan merusak kebenaran pernyataan Jika P maka Q.

Dari prinsip logika inilah rumus Black-Scholes diturunkan, sekalipun asumsi modelnya (risk neutral world) yang digunakan tidak sesuai dengan realitas di dunia nyata; asumsi yang tidak realistis.

Referensi:
https://www.quantamagazine.org/deep-neural-networks-help-to-explain-living-brains-20201028/

Leave a comment