Note [115] Efek kesedihan dan kelelahan pada penurunan kontrol kognitif

Di hampir semua aktivitas sehari-hari, pikiran seseorang kadang tiba-tiba mengembara ke hal-hal yang tidak terkait dengan tugas yang sedang dikerjakannya (mind wandering); ini kondisi yang secara mental ia sedang terpisah dari lingkungan eksternal.

Penelitian terdahulu telah menghubungkan pikiran yang mengembara ini dengan kinerja yang berkurang pada tugas-tugas sehari-hari seperti membaca dan mengemudi.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sangat penting untuk memahami pasang surutnya pikiran yang mengembara untuk meminimalkan dampak buruk yang diakibatkannya sambil memaksimalkan potensi manfaatnya (kreativitas, perencanaan dsb.).

Mungkin tidak mengherankan jika kesedihan dan kurang tidur yang dialami seseorang akan meningkatkan pikiran yang mengembara (melamun, mind wandering, tidak fokus) dan membuatnya lebih sulit untuk berkonsentrasi pada pelaksanaan pekerjaan yang ada.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa suasana hati yang sedih dan kelelahan yang terkait dengan kurang tidur akan meningkatkan pikiran untuk mengembara tanpa arah. Namun belum jelas betul apakah kedua hubungan ini mencerminkan berkurangnya upaya untuk berkonsentrasi pada tugas yang sedang dikerjakan (penurunan kontrol kognitif).

Kesedihan dan kurang tidur ini merupakan fenomena yang kita semua pernah alami. Namun, secara signifikan masih belum jelas gangguan kognitif apa yang mendasari berkurangnya kemampuan berkonsentrasi ini.

Tim peneliti dari Swedia, Jerman, dan Jepang telah melakukan penelitian tentang proses gangguan konsentrasi yang diakibatkan oleh kesedihan dan kelelahan karena kurang tidur.

Hasil penelitian memberikan beberapa wawasan menarik tentang bagaimana faktor kognitif ini berinteraksi dengan faktor kesedihan dan kurang tidur.

Mereka yang berada dalam suasana sedih menunjukkan tingkat upaya yang lebih rendah untuk mencoba berkonsentrasi, meskipun ini tidak selalu menghasilkan kinerja yang lebih buruk.

Sedangkan kelelahan karena gangguan tidur mendorong kemunculan pikiran yang tidak terarah dan terlepas konsentrasinya dari pekerjaan.

Individu yang memiliki sumber daya kognitif yang lebih besar, pikirannya tidak berkeliaran selama tes kognitif berlangsung. Ini bisa dicapai oleh individu yang tidurnya cukup dan tidak merasa sedih.

Hasil-hasil ini mendukung pandangan bahwa setidaknya beberapa jenis pikiran yang mengembara berhubungan dengan kegagalan kognitif.

Menariknya, tim peneliti menemukan bahwa perubahan dalam memori di otaknya tidak menjembatani hubungan antara kesedihan dan pikiran yang mengembara tidak terarah. Sebanyak apapun memori yang membahagiakan di otak sebelum ia mengalami kesedihan tidak akan terkait dengan kemunculan pikiran yang mengembara.

Ini nampaknya memberikan bukti yang berlawanan dengan teori terkini dalam literatur; meskipun tim peneliti mencatat bahwa induksi suasana hati yang lebih besar mungkin akan menjelaskan hubungan ini dan langkah untuk membuat generalisasinya harus dilakukan dengan hati-hati.

Kesedihan dan kelelahan karena kurang tidur kadang dialami seseorang, demikian pula defisit kognitif yang sering menyertainya. Namun, upaya mempelajari lebih lanjut tentang mediator mental dari hubungan ini dapat membantu upaya mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk memerangi efek suasana hati yang buruk dan kelelahan.

Ini menggarisbawahi pentingnya suasana hati yang positif dan pola tidur yang tepat dalam melakukan tugas sehari-hari yang bersifat kompleks.

Penelitian mereka telah dipublikasikan dalam jurnal Scientific Reports dengan judul makalah Sad mood and poor sleep are related to task-unrelated thoughts and experience of diminished cognitive control.

Referensi:
https://www.psypost.org/2021/05/new-research-nuances-our-understand-of-how-sadness-and-fatigue-lead-to-distraction-60622

https://www.nature.com/articles/s41598-020-65739-x

Categories: Tags: ,

Leave a comment