Note [165] Varian delta Covid-19 muncul dari hasil pembelajaran sebagai proses evolusinya

Dalam waktu yang sangat singkat varian delta telah mengubah arah pandemi Covid-19 menjadi lebih mudah menular dibandingkan dengan varian virus sebelumnya.

Semula Covid-19 dipandang sebagai virus baru bagi manusia. Di tahap itu kita masih bisa berpikir kalau virus mirip seperti bayi. Di tahap ini virus masih belum belajar apa-apa.

Tubuh manusia mempunyai imunitas yang berbeda-beda. Ketika seseorang mempunyai imunitas yang tinggi, virus mengalami hambatan untuk bisa hinggap di tubuhnya. Ini akan menghalangi virus untuk mereplikasi (memperbanyak dirinya).

Hambatan ini membuat virus belajar untuk memperoleh cara sampai akhirnya kelak akan diperoleh dari mutasinya suatu virus jenis baru yang mudah hinggap di tubuh manusia.

Berbagai varian yang ada, yaitu varian alpha, beta, gamma dan delta, menunjukkan virus telah berkembang kepintarannya. Kita menyaksikan virus yang lebih baik dalam penularannya.

Bagaimanakah cara virus berevolusi menjadi lebih menular?

Setiap kali virus bereplikasi (virus membuat salinan dirinya sendiri) di tubuh manusia, virus mencoba membuat salinan yang identik.

Tetapi seperti halnya yang bisa terjadi pada replikasi sel tubuh manusia sendiri yang bisa keliru, terkadang virus membuat kekeliruan pula ketika mereka menyalin dirinya sendiri. Ini sumber virus bermutasi.

Jika kekeliruan itu menghasilkan mutasi yang membuat virus lebih kuat dan berhasil menginfeksi inang baru, maka virus itu akan mulai menyebar dan mulai mendominasi.

Tentu saja ia tidak belajar di tubuh orang yang sudah divaksin. Ia akan dimusnahkan. Ia akan pindah dulu ke tubuh orang yang belum divaksin dan di sanalah virus bisa belajar melalui seleksi alamiah untuk bermutasi.

Dari hasil belajarnya ini, kelak virus hasil mutasi ini malah bisa hinggap di tubuh orang yang sudah divaksin.

Jadi idealnya seluruh manusia divaksin secara serempak agar tidak memberi kesempatan virus belajar dan bermutasi. Namun itu tidak mungkin bisa terjadi. Akibatnya muncullah virus yang mudah menular seperti varian delta.

Ketika vaksinasi meningkat di berbagai negara, itu memberi tekanan seleksi pada virus untuk bermutasi. Kita memaksa virus untuk bermutasi. Ini layaknya seperti sebuah eksperimen raksasa yang pernah terjadi.

Keempat varian virus memiliki mutasi pada protein lonjakan virus (spike protein). Mereka mampu mengikat sel tubuh manusia (inang) dengan lebih baik. Sehingga ia memiliki kesempatan lebih baik untuk memulai infeksi ke tubuh inang.

Varian alpha, beta, gamma dan delta semuanya memiliki mutasi pada spike protein-nya, namun mereka semua merupakan mutasi yang berbeda.

Itulah yang menarik. Mereka mendapatkan kemampuan yang lebih baik untuk memproses spike protein dan kemudian ditambah lagi dengan kemampuannya yang lebih baik untuk menyusup masuk ke tubuh manusia dan mereplikasi.

Contohnya, virus varian alpha mampu menyusup ke tubuh manusia dengan cara melemahkan daya tahan tubuh inangnya.

Masih diselidiki apakah varian delta mempunyai efek yang serupa seperti varian alpha ketika hinggap di tubuh inangnya. Yang jelas varian delta (di India) tidak diturunkan dari varian alpha (di Inggris).

Jika hasil vaksinasi kelak dapat membawa virus ini dari semula yang mengakibatkan kematian sebanyak 5 juta per tahun menjadi seper sepuluhnya, yaitu hanya 500.000 kematian per tahun, virus ini akan memiliki dampak yang sama seperti halnya virus influenza saja.

Masalahnya masih ada, tetapi sekarang menjadi masalah yang berbeda; ia memiliki dampak yang lebih ringan.

Tujuannya tidak pernah sampai ke nol Covid-19, seperti halnya dengan kehadiran virus influenza saja.

Referensi:
https://abcnews.go.com/Health/delta-variant-evolution-eyes/story?id=79501529

Categories: Tags: , , ,

Leave a comment