Note [123] Gejala depresi ibu semasa hamil kelak mempengaruhi perilaku anak sampai dewasa

Sebuah studi baru yang dilakukan tim peneliti dari University of Turku, Finlandia, telah menemukan bukti adanya hubungan antara gejala depresi yang dialami ibu semasa kehamilan dan perubahan dalam perkembangan otak anaknya.

Studi tersebut memeriksa data pencitraan saraf otak (neuroimaging) dari 28 anak, yang dipindai menggunakan pencitraan resonansi magnetik (magnetic resonance imaging, MRI) ketika mereka berusia 4 tahun.

Sementara itu ibu dari anak-anak tersebut selama kehamilan dan setelah kelahiran telah menjalani berbagai pengukuran terkait dengan kecemasan dan gejala depresi.

Tim peneliti secara khusus tertarik pada wilayah otak yang dikenal dengan nama amygdala. Bagian dari otak ini telah diketahui terlibat langsung dengan gangguan kejiwaan seperti depresi, gangguan stres pascatrauma, skizofrenia, autisme dsb.

Para peneliti menemukan bahwa anak-anak akan cenderung memiliki volume amygdala di sisi kanan yang lebih kecil ketika ibu mereka mengalami gejala depresi selama kehamilan.

Gejala depresi pada ibu setelah kelahiran anak tidak berhubungan dengan volume amygdala.

Gejala depresi ibu yang lebih tinggi semasa awal dan akhir kehamilan dikaitkan dengan volume bagian otak amygdala yang lebih kecil pada anak usia 4 tahun.

Fenomena ini akan semakin terlihat pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan.

Amygdala memainkan peran penting dalam pemrosesan emosi dan memori emosional serta terkait pula dalam beberapa gangguan kejiwaan sampai si anak kelak menjadi dewasa.

Hasil studi menunjukkan bahwa gejala depresi ibu sejak masa kehamilan mengubah perkembangan otak di masa awal. Dengan demikian ia dapat mempengaruhi kerentanan keturunan yang akan mengalami gangguan mental selama masa hidupnya kelak.

Di dalam penelitiannya, para peneliti telah mengontrol sejumlah faktor lain selain kecemasan. Antara lain faktor penganiayaan dialami ibu semasa kanak-kanak, pendidikan ibu, usia ibu, pengobatan prenatal, dan penggunaan drug (obat adiktif) oleh ibu.

Masih ada beberapa kekurangan dalam penelitian ini yang masih mungkin untuk diteliti lebih lanjut.

Pertama, ukuran sampel penelitian ini masih agak kecil. Oleh karena itu, temuan yang dilaporkan di sini harus dilanjutkan dalam penelitian di masa depan dengan ukuran sampel yang lebih besar dan desain penelitian yang mencakup genetik.

Sekalipun ukuran sampelnya kecil, penelitian ini membutuhkan waktu pengamatan yang cukup lama, hampir lima tahun sejak awal masa kehamilan ibu sampai anak berusia empat tahun. Usia empat tahun dipilih karena perkembangan jaringan saraf anak sudah optimal.

Kedua, peran yang belum diketahui dari efek genetik yang diwarisi anak dari ibunya serta dapat memengaruhi perkembangan otak anak serta kerentanan mereka terhadap stres dan depresi di masa yang akan datang.

Ketiga, mekanisme biologis yang mendasarinya memang belum dipahami dengan baik, termasuk apa saja yang menyebabkan perubahan dalam perkembangan otak janin.

Meski demikian, penelitian tersebut menunjukkan bahwa depresi ibu semasa kehamilan dapat memiliki efek jangka panjang pada kesehatan mental keturunan.

Ini karena efek pengecilan pada amygdala otak anak bersifat permanen sampai dewasa.

Perkembangan perilaku dan emosi anak serta kesehatan mental dan fisik orang dewasa mungkin dibentuk oleh gejala depresi ibu selama kehamilannya.

Temuan studi ini mendukung gagasan bahwa kehamilan merupakan periode rentan perkembangan individu dan bahwa perlindungan terhadap ibu hamil dari berbagai kesulitan semasa hamil harus menjadi perhatian utama masyarakat.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Psychiatry Research: Neuroimaging. Judul makalahnya Prenatal maternal depressive symptoms are associated with smaller amygdalar volumes of four-year-old children.

Referensi:
https://www.psypost.org/2021/05/childrens-brain-development-appears-to-be-affected-by-their-mothers-depressive-symptoms-in-early-pregnancy-60730

Categories: Tags: ,

Leave a comment